Kisah Andi Sudirman Tinggalkan Karir Militer Jadi Penjual Es Kristal Menginspirasi

"Kisah pengusaha es watu kristal ini sengaja kami angkat menurut realita yang telah dijalani oleh Mayor Andi Sudirman. Harapan kami semoga kisah ini menginspirasi calon-calon pengusaha di negeri ini."

- Memutuskan karir jadi Penjual Es Kristal dan meninggalkan dunia militer bukanlah perkara gampang bagi Andi Sudirman. Pilihan nya memutuskan karir di dunia militer itu perlu pertimbangan yang matang apalagi ketika dihadapkan dengan pangkat dan jabatan tentu sebagian dari kita akan berfikir 10 kali.

Pangkat sersan mayor Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang di emban Andi Sudirman itu rela ia tinggalkan hanya untuk fokus jual es batu. Usaha es kristal ini memang sudah ia rintis semenjak masih berseragam Tentara Nasional Indonesia di Angkatan Darat Sulawesi Selatan.

Es kristal memang ketika ini sudah menjadi kebutuhan wajib terutama untuk kafe, restoran, rumah makan, hotel dan apartemen. Dimana Es Kristal dihidangkan bersama minuman es lainnya. Jika sudah dikasih es kristal maka minuman akan terlihat sempurna, bening dan sangat bagus dipandang.

Perjalanan Karir Mayor Andi Sudirman

Jiwa bisnis Sudirman dibuat semenjak kecil. Bersama Syariffudin, ayahnya, ia sudah kerap diajak berkeliling jualan ikan. Di Makassar, kampung halamannya, ia juga sempat merasakan acara sebagai penjual es watu bungkusan. Karena sudah pernah bersentuhan dengan es batu, ketika pindah ke Samarinda, ia pun terpikir untuk mencoba membuatkan produk es kristal ini. Tapi, dengan konsep lebih modern, biar bisa bernilai tinggi.

Ia bercerita pada ketika itu, di sela-sela kesibukannya sebagai prajurit, ia memberanikan diri memulai usaha. Modal pun hanya ia sanggup dari menggadai BPKB kendaraan beroda empat saudaranya pada pertengahan 2011.

“Saat itu, modal pertama saya Rp 40 juta. Itu untuk membeli mesin pencetak es,” katanya.

Dengan kapasitas produksi yang gres 180 kg per hari, Sudirman merangkap kiprah sebagai pengantar produknya. Dengan jaringan bisnis yang masih terbatas, ia mengatakan es watu miliknya secara door to door.

“Tidak ada yang mau beli, hingga es saya meleleh di perjalanan. Karena, ketika itu saya masih pakai sepeda motor,” kenangnya sambil tertawa.

Dengan mental pantang mengalah ala militer, ia terus berusaha hingga balasannya menerima pelanggan pertamanya dari Pondok Borneo. “Orderan pertama waktu itu masih enam pak es per hari, satu pak isinya 10 kilogram (kg),” lanjutnya.

Setelah cukup dikenal dari verbal ke mulut, undangan es watu miliknya terus bertambah. Bahkan, ia sempat kewalahan memenuhi alasannya ialah terbatasnya kemampuan mesin pencetak.

“Sampai saya harus beralasan, dengan bilang jikalau mesinnya dalam perbaikan. Padahal, saya tak bisa penuhi undangan alasannya ialah mesinnya memang tidak bisa memproduksi banyak,” terang dia.

Merasa masih bisa meningkatkan kapasitas produksi, ia pun membuatkan perjuangan dengan modal lebih besar. Kali ini, sang mertua yang menjadi “donatur” usahanya. Dari dana tersebut, ia membeli mesin yang bisa memproduksi 1 ton per hari pada Januari 2012.

“Harganya Rp 180 juta. Tapi, lambat laun juga tetap tak bisa membendung kelebihan pesanan,” terperinci Sudirman, menceritakan kinerja mesin asal Korea itu.

Modal Usaha Es Kristal Tak Semahal Yang Kamu Kira, Nih Harga Mesin nya

Puncak Karir Mayor Andi Sudirman

Merasa perjuangan es kristal nya kewalahan menyuplai pelanggan, Andi Sudirman nekat memperbesar produksi es kristal nya. lagi-lagi dengan modal sumbangan yang kali ini dari bank dengan membeli mesin seharga Rp 522 juta pada Agustus 2013 dengan kapasitas prdloduksi 4 ton per hari.

Besarnya volume pesanan, menciptakan sepeda motor yang sebelumnya ia gunakan tak lagi cukup menampung es kristal. Menyiasati itu, ia sempat berkali-kali mengganti mobil, salah satunya dengan memakai styrofoam untuk menghambat es produksinya mencair.

“Dari kendaraan beroda empat pikap hingga balasannya bisa membeli truk boks yang sudah mempunyai alat pendingin biar es tidak meleleh,” beber dia.

Tentang proses pembuatan es, ia menyebut, dimulai dari penampungan air PDAM yang difilter dengan sinar ultraviolet. Setelah itu, air dimasukkan ke mesin selama 20 menit untuk dibekukan dan eksklusif dicetak. Kemudian, barulah dikemas per 10 kg. Satu pak, ia jual Rp 10 ribu. Kini, dalam sehari, Sudirman mengaku bisa mencetak sekitar 3,5 ton es kristal per hari.

(Sumber Rilisan prokaltim)
Related Posts